Dulu, di Arab ada seorang wanita yang bertingkah laku aneh. Di pagi harinya dia akan memintal benang, namun di sore harinya, ia kemudian merusak dan menguraikan lagi benang yang sudah dibuat. Kisah ini diabadikan dalam Al Quran surat An Nahl ayat 92 sebagai cerminan orang-orang yang berbuat kesia-siaan.
Kita bisa mengambil pelajaran dalam hal ini, bahwa banyak orang yang berbuat kesia-siaan. Melakukan sesuatu yang membangun, kemudian merusaknya begitu saja karena merasa hasilnya jelek, tidak puas, kemudian membangun lagi dari awal. Begitu terus yang dilakukan, sehingga tidak ada yang tersisa, segala sesuatu dinihilkan begitu saja.
Khawatirnya, bangsa kita ini suka lupa sejarah, sehingga melupakan apa yang sudah dilakukan oleh para pendahulu kita yang sudah berupaya merintis mempersatukan bangsa. Sudah susah-susah dipersatukan, eh dirusak begitu saja oleh kebencian dan permusuhan yang dipupuk antargolongan.
Demikian juga soal pembangunan. Segala sesuatu harus dilakukan dari awal, karena ketidaksukaan dengan konsep di masa lalu, sehingga kita harus mulai lagi dari nol. Hasil pembangunan yang sudah baik, dihancurkan begitu saja, sehingga kita harus membangun lagi dari awal. Kemajuan bangsa seakan tidak berarti, sementara bangsa lain sudah melaju dan meningkat pesat bertumpu kepada apa yang sudah dibangun oleh leluhur-leluhur mereka sebelumnya.
Kita tidak bisa membangun seorang diri, seolah-olah kita yang paling pintar, paling ngerti, dan paling benar, kemudian menihilkan pendapat dan kontribusi orang lain, dan mengabaikan apa yang sudah dibangun oleh pendahulu-pendahulu kita.
Inilah kiranya yang dimaksud dengan mewarisi dan melanjutkan jiwa dan semangat kemerdekaan dan persatuan bangsa. Segala apa yang terjadi di masa lalu, bukanlah hal yang mudah buat mempersatukan bangsa yang besar ini. Butuh jiwa besar dan keikhlasan untuk legawa dan bersatu padu, melepaskan ego pribadi dan kelompok, dan kemudian menggantinya dengan kepentingan bangsa yang lebih besar.
Tanpa persatuan, tidak mungkin bangsa ini bisa jadi besar dan kuat. Justru itu yang menjadi modal dari bangsa ini, manakala kita melepaskan ego dan klaim bahwa kita yang paling baik dan paling benar, paling berjasa dan mayoritas, dan kemudian menggantinya menjadi bahwa tiap-tiap orang di negeri ini punya kontribusi yang berbeda-beda dalam membangun bangsa.
Dengan demikian, yang ada dalam benak dan pemikiran kita adalah bagaimana cara kita bersatu padu, saling menghargai satu sama lain, saling mendorong dan saling membantu mewujudkan kemajuan negara. Bukan saling sikat dan saling sikut demi kepentingan pribadi atau golongan.
Jangan sampai kita seperti kisah wanita pemintal benang di atas, yang senantiasa melakukan pekerjaan yang sia-sia. Menceraiberaikan benang persatuan yang sudah kita bangun, untuk kemudian menyesal di kemudian hari. Ingat, persatuan adalah perjuangan, bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya atau taken for granted. Semua itu telah diperjuangkan dengan tetesan darah dan air mata oleh nenek moyang kita, jangan dirusak lagi oleh ego pribadi.
(Sumber: Facebook Wikan Danar Sunindyo)
Opini 12/08/2022 20:50
Opini 12/08/2022 18:50
Opini 12/08/2022 16:19
Opini 11/08/2022 19:45
Opini 11/08/2022 15:36
Opini 10/08/2022 17:25
Opini 08/08/2022 21:35
Opini 06/08/2022 11:06
Opini 05/08/2022 18:22
Opini 05/08/2022 14:53
Opini 04/08/2022 17:30
Opini 03/08/2022 13:02
Opini 02/08/2022 13:17
Opini 01/08/2022 15:35
Opini 30/07/2022 12:10
Opini 29/07/2022 16:30
Opini 29/07/2022 12:30
Opini 28/07/2022 14:46
Opini 27/07/2022 10:00
Opini 26/07/2022 10:00
Opini 25/07/2022 16:40
Opini 25/07/2022 13:23
Opini 22/07/2022 22:10
Opini 21/07/2022 22:30