Opini

Pesawat Itu Bernama Indonesia

Indah Pratiwi - 04/08/2022 17:30
Ditulis Oleh : Dahono Prasetyo

Periode Pertama :

Duduk berdempetan, AC mati, udara panas, dada sesak, bingung tidak tahu siapa yang dapat ditanya. Crew Pesawat sembunyi di cockpit termasuk para pramugari, entah apa yang sedang dikerjakan. Mungkin sedang indehoy sama Pilot. Mau teriak dan komplain takut diturunkan dari pesawat dan tiket hangus.

Dan ini berjalan berjam-jam. Pintu pesawat telah tertutup rapat. Namun tidak ada pergerakan sama sekali dari Apron (tempat parkir) ke taxiway (jalan penghubung) boro-boro ke runway (landasan pacu).

Ini adalah gambaran tentang Orba. Pemerintahan Orba mewaris masa tenang sesudah pergolakan awal kemerdekaan saat Orla. Masa tenang yang hilang sia-sia selama 3 dasawarsa.

Semua sumberdaya tersedia. Rakyat (baca penumpang pesawat) sudah on boarding dan penuh dengan semangat untuk terbang menuju tujuan, negara gemah ripah loh jinawi. Hasil Hutan, Minyak, Emas, Timah dll entah kemana larinya.

Namun apa daya, para penumpang tersandera oleh Pilot dan crew pesawat. Maju kena dan mundur kena. Setiap teriakan protes kecil dibalas dengan hardikan. Bahkan beberapa penumpang dicabut tiketnya (Ingat Petisi 50?) dan dipaksa keluar pesawat.

Dan meranalah para penumpang oleh buaian negara loh jinawi, namun realitas berbicara mereka masih anteng di parkiran bandara.

***

Periode Kedua :

Para penumpang akhirnya murka. Dengan kompak dan gagah perkasa mereka ramai-ramai turunkan penumpang dan crew pesawat. Mereka sudah muak dengan janji gombal.

Mereka minta salah satu Crew Lama yang berlicense pilot untuk menerbangkan pesawat ke negara impian. Terpesona oleh perawakan yang gagah perkasa serta tutur kata yang rapi tertata.

Penumpang duduk kembali ke tempat masing-masing. Yakin bahwa pesawat segera terbang lepas landas. Semua bersorak gembira saat pesawat perlahan bergerak meninggalkan Apron dan menuju Taxiway, tambah besar kepercayaan kepada pilot baru rasa lama. Ini dia pilot yang mereka percaya akan membawa ke negara impian.

Namun, harapan penumpang meletus bak balon kecolok jarum. Ternyata selama berjam-jam pesawat hanya hilir mudik di Taxiway. Pilot dan Crew berulang kali harus menyabarkan penumpang dengan segala alasan kenapa pesawat tidak segera ke Runway dan terbang.

Metaphore ini adalah gambaran saya terhadap 2 periode pemerintahan SBY. Sesudah melewati masa transisi reformasi maka pesawat Garuda Nusantara dengan pilot baru siap terbang. Semua sumberdaya termasuk booming Batubara bisa jadi momentum untuk terbang.

Namun semua momentum itu hilang di tangan Pilot serba ragu dan yang lebih suka mengandalkan instrumen auto pilot daripada kemampuan pribadi. Kesalahan berada di tangan penumpang yang memilih Pilot baru rasa lama, termasuk kita?

***

Periode Ketiga :

Sesudah 2 kali putaran ternyata pesawat hanya berputar di Taxiway maka Pilot digantikan oleh Pilot cadangan yang selama ini duduk di kursi penumpang. Pilot ini tidak kenal dengan Pilot Orba dan Pilot SBY, dia hanya orang sipil biasa.

Sebagian penumpang meragukan kemampuan Pilot baru yang bermuka ndeso ini. Apalagi perawakannya biasa saja bukan tipe orang ningrat kota.

Namun begitu diberi kesempatan duduk di belakang kemudi, semua penumpang terperanjat. Hanya dalam waktu singkat Pilot baru dengan kemapuan otodidak mampu membawa pesawat keluar dari Taxiway menuju Runway. Pesawat bergerak mulus dan mulai membangun momentum bergerak cepat di landasan pacu. Makin cepat dan makin cepat bersiap untuk takeoff

Metaphore di atas menggambarkan kondisi Indonesia 7 tahun terakhir dalam kendali Jokowi. Kondisi makro dan mikro sangat baik. Pertumbuhan ekonomi stabil di atas 5% dan inflasi terjaga di bawah 4%. Kondisi mikro bisa dilihat dari membaiknya kinerja BUMN. Total keuntungan 200 Trilyun tahun 2018. Prestasi besar mengalahkan BUMN negara tetangga yang selama ini selalu jumawa di depan kita.

Saat pesawat sudah di angkasa, sebagian penumpang ribut. Yang ribut termasuk mereka yang puas dengan kinerja Pilot Baru (70%). Usut punya usut mereka dapat kabar hasutan bahwa Pilot akan take off bukan ke tujuan negara yang diimpikan (Amerika) tetapi ke Tiongkok. Terjadilah keributan.

Dalam keributan sekelompok penumpang memaksakan pendapat bahwa mereka ingin ganti pilot yang mereka tunjuk. Mereka punya agenda tujuan sendiri. Bukan negara impian tapi negara utopian. Pilot berwajah ndeso dianggap melawan aturan penerbangan, tujuannya ke barat malah berbelok ke timur.

Jarak penerbangan ke negara tujuan tinggal 2 jam (baca: 2 tahun). Beberapa penumpang protes keras dipikirnya inilah akhir penerbangan mereka.

Pilot kurus cungkring ini bermanuver mendaratkan pesawat ke salah satu negara besar di timur, bukan barat. Rencananya segera terbang lagi menjelajahi tujuan lain keliling dunia. Tetapi ijin pilot nekat ini akan segera berakhir, kewajiban dia mesti mendaratkan pesawat di sebuah tempat untuk membeli bahan bakar kemudian menyerahkan kursi pilotnya kepada seseorang yang dipercayainya, atau bertahan di atas angkasa membiarkan ganti pilot terjadi di angkasa.

Pilihan pertama dipilih, kita hanya butuh menambah bahan bakar untuk perjalanan keliling dunia selanjutnya. Pilot penerusnya mesti paham ini bukan akhir perjalanan tapi proses perjalanan.

Tugas Jokowi sudah hampir selesai, barangkali dia hanya dikenang sebagai pilot nekat yang fenomenal. Tetapi tanpa sadar momentum menerbangkan pesawat ini berhasil melahirkan Jokowi-Jokowi baru. Melanjutkan penerbangan around the word yang nyata.

77 Tahun Indonesia Merdeka.

Pulih Lebih Cepat

Bangkit Lebih Kuat

Sumber : Status Facebook Dahono Prasetyo

TAG TERKAIT :
Indonesia

Berita Lainnya