Beritacenter.COM - Belum lama ini penyataan dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), membuat masyarakat luas tertawa terbahak-bahak setelah dirinya mengklaim pembangunan sejumlah infrastruktur yang diresmikan Presiden Joko Widodo hampir sebagian besar telah dimulai sejak kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Menurut AHY, tidak pernah ada pengakuan atau ucapan terima kasih kepada SBY atau Partai Demokrat.
"Kadang-kadang saya speechless juga mengatakannya. Tapi kenapa sih, kita tidak kemudian mengatakan, terima kasih telah diletakkan landasan, telah dibangun 70 persen, 80 persen, sehingga kami tinggal 10 persen tinggal gunting pita. Terima kasih Demokrat, terima kasih SBY, begitu," kata AHY dalam Rapimnas Partai Demokrat di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Kamis (15/9).
Hal tersebut mendapatkan sorotan dari pemilik akun facebook Facebook Nikmatul Sugiyarto dengan menuliskan sebuah artikel yang berjudul "Politisi Karbitan"
Oleh : Nikmatul Sugiyarto
Kala itu umurku menginjak 8 tahun, seperti pada umumnya anak-anak yang ngeyel dan nakal saat diberi tahu perihal pentingnya menjaga kesehatan tubuh dengan menerapkan makanan sehat tanpa pengawet dan zat aditif lainnya.
Es dan mi instan jadi perpaduan yang menggiurkan saat itu, hingga pada akhirnya aku mengalami radang amandel, orang desa menyebutnya “amandele gedhe”, ya penyakit itu memang kerap menyerang teman-teman sebayaku dan berakhir dengan tindakan operasi.
Aku mulai gelisah saat bapakku membawaku ke rumah sakit besar kota, di poli THT tepatnya, bagaimana tidak gelisah kalau sambil menunggu giliran masuk saja selalu disuguhi pemandangan anak yang menangis seusai keluar dari ruangan dokter.
Namun dengan keteguhan hati berniat untuk sembuh tanpa merasakan sakit yang mengganggu saat menelan makanan, dan keberanian yang pastinya sudah terpupuk dari keteguhan hati itulah, aku mantab menerobos ruangan dokter. Dokter bilang radang amandelku kala itu belum parah sampai harus dilakukan operasi, hatiku mencelos bungah sekali mendengar penjelasan dari dokter.
Wejangan-wejangan banyak dilontarkan oleh sang dokter, satu wejangan yang selalu terpatri di ingatanku sampai sekarang, ” jangan keseringan makan mi, memangnya kamu mau ususmu ‘mbrodoli’?”, tanyanya dengan mulutnya dibuat monyong saat mengatakan dua kata terakhir itu didepanku, dengan sigapnya aku menggelengkan kepala.
Sesampainya di rumah aku berpikir keras “kok dokternya bilang ususku bisa ‘mbrodoli’ karena keseringan makan mie padahal yang sakit amandelku”.
Seiring berjalannya waktu aku jadi sangat mengerti dan paham betul apa maksud dari candaan dokter humoris si pelontar kata “usus mbrodoli” itu.
Ya, betul pengawet dan zat aditif selain membuat radang amandelku semakin parah hingga menyebabkan kronis juga dapat berdampak buruk pada organ tubuhku yang lain, salah satunya ususku, seperti penyakit populer di kalangan remaja saat itu, apalagi kalau bukan usus buntu.
Ingatanku kembali memutar hal tersebut disaat membaca cuitan kanal berita siang hari, sambil menunggu ban motorku yang sedang diganti karena bolong dari ketidak hati-hatianku saat melewati jalan bertekstuk layaknya ampyang, si manis cokelat dengan kacang mengelilinginya.
Berita yang kubaca itu menampilkan bagaimana kisah salah satu Anak Karbitan elit yang kiprahnya di dunia politik bisa dikatakan sangat mendadak, tanpa aba-aba dia muncul di permukaan kancah politik.
Beberapa hari ini ramai menjadi perbincangan netizen tentang statementnya ” Demi Negara saya memulai dari NoL ”
“Hellow, ini di Indonesia lho, lu kira di SPBU yang pegawainya bilang ‘mulai dari nol ya, pak’?” tandas salah satu warga +62 saat mendengar statement itu.
Lagi-lagi anak mercy itu menjadi guyonan para pewarta yang budiman, dia tidak mendapat apresiasi tetapi mendapat cacian dan dibanjiri hujatan .
Betapa tidak aneh seorang anak jenderal yang bapaknya juga presiden ke enam itu baru berpangkat perwira sudah dipaksa untuk adu nyali lepas baju doreng demi ambisi politik.
Seperti anak kecil yang dicekoki jamu pahit, sambil menangis dia tersedak tak mampu menelannya dan dimuntahkanlah semua jamu itu. Belum saatnya anak kecil itu meminum jamu yang pahit seperti yang dikonsumsi ayah dan ibunya, masih banyak jamu manis yang tak kalah bermanfaatnya juga untuk kesehatan si anak kecil itu.
Pertempuran sebagai calon gubernur dirasa seperti pemilihan kepala desa yang hanya dipilih oleh ribuan masa di desa itu. Akhirnya tanpa ujung penantian dia hanya menempati posisi tiga Pilkada DKI .
Setelah itu aku kira dia akan meniti karir politik dengan perlahan karena pengalaman buruknya bermimpi menjadi gubernur DKI .
Gubrak .. apa yang terjadi pasca kekalahan AHY ..???
Dia malah didapuk menjadi ketua umum partai Mercy yang sebelumnya di duduki oleh Bapak nya.
“Kenapa nggak dilanjut aja sih di dunia militer?, takut nggak ada yang nerusin bapaknya gitu?”, julidtan para netizen.
Ya, seolah-olah tampuk kepemimpinan menjadi harta warisan dari seorang ayahnya, yang sudah memberikan kontribusi banyak untuk negara dan partai yg didudukinya saat ini, yang diturunkan untuk anaknya. Nyatanya tampuk kepemimpinan seperti piala bergilir, siapa yg pantas dialah yg mendapatkannya, tentunya dengan banyaknya prestasi dan kontribusi yang ditorehkan di tempat yang dia singgahi.
Demokrat mengalami legitimasi keraguan terhadap pimpinan, karena para kader sebenarnya belum begitu yakin dengan anak pepo itu .
Masih belum begitu beres urusan internal Demokrat yang carut marut karena minimnya pengalaman atas tidak adanya prestasi yang diuukir oleh sang ketua sendiri, sempat geger antara Demokrat versi AHY dan Demokrat versi Moeldoko .
Hari ini anak karbitan itu ingin bermimpi di siang bolong sambil kesana kemari untuk mencari sensasi jadi Capres 2024 nanti.
Meski sudah sering diingatkan oleh beberapa pengamat agar AHY memulai karirnya dari tingkat daerah terlebih dahulu, misalnya jadi Bupati Pacitan dimana bapaknya dibesarkan. Namun apa, peringatan itu tidak digubris oleh AHY, hanya menjadi angin lalu saya.
Jadi kata mulai dari Nol itu bisa jadi diksi nyata tidak hanya konsesus narasi yang sifatnya mengada – ngada seperti seorang pegawai pom bensin berkata pada pelangganya .
Sambil berkedip mata saya tiba-tiba tersirat sosok Gubernur Jawa tengah yang karir politiknya moncer dan hari ini digadang-gadang menjadi capres 2024 terkuat dari hasil beberapa lembaga survei terpercaya .
Ganjar tidak hanya naif belaka, beliau berkiprah di dunia politik benar-benar dimulai dari angka berapa ya…., minus sepuluh mungkin ya.
Karirnya di politik yang banyak warna membuat beliau menjadi sosok yang diidam-idamkan untuk memimpin negeri ini. Di bangku kuliah beliau berani memimpin organisasi yang bergerak untuk politik, beliau mengawalinya bersama teman-temannya untuk mulai berkomitmen dengan tokoh-tokoh PDIP dan mulai menjalankan gerakannya di lingkungan kampus, hingga beliau menjadi kader PDIP, dan mulai berinteraksi dengan elite politik di partai kepala banteng itu.
Ya, proses yang dialaminya belum seindah bunga, setiap orang akan melalui prosesnya masing-masing, dan setiap bunga memiliki waktu mekar masing-masing. Sama dengan Ganjar, beliau memiliki proses yang panjang untuk menemukan waktu mekarnya, agar tercium semerbak harumnya sejagad raya.
Perjalanan politiknya hingga sekarang tidak pernah padam, selalu melalui curam terjalnya dunia politik, tak jarang beliaupun merasa clueless dengan obrolan singkatnya bersama para elite partai pada saat itu. Hingga beliau mendapat kesempatan menjadi gubernur Jawa Tengah, itu bukanlah keinginannya, namun beliau dipaksa menempati posisi pasangan calon Gubernur dalam pilkada 2013 lalu.
Pada akhirnya keterpaksaan yang berujung manis, tanpa persiapan itu Ganjar berhasil menjadi Gubernur Jawa Tengah, saat itu beliau bukan tokoh masyarakat yang dikenal banyak orang, banyak warga Jateng sangat asing dengan sosoknya.
Bahkan dengar-dengar dari bisikan seniorku pengetahuan beliau mengenai materi dan data saat debat pilgub saja sangat terbatas. Namun dengan peran pertamanya yang dibangun melalui interaksi rakyat dan mengkolaborasikan data yang di bawa oleh paslon lainnya, beliau selalu menyapu bersih point dalam perdebatan, hingga sukses memimpin satu periode dan dipercayai lagi oleh rakyat untuk membawa kejayaan bagi Jawa Tengah di periode kedua kepemimpinannya.
Hatiku tersentuh kala itu mengetahui perjalanan politik beliau, namun yang lebih membuatku terheran-heran saat itu beliau menganggap jabatannya bukanlah seorang pemimpin yang menguasai daerahnya, namun lebih seperti pelayan rakyat.
Tidak terlintas di benak beliau untuk menjadi Gubernur saat itu, yang beliau niatkan semata-mata hanya sebatas amanah dalam kapasitasnya sebagai wakil rakyat dan kader partai yang melayani rakyat.
Dari dua elite politik ini aku mengetahui kualitas dari sebuah makanan, pengolahan makanan sehat di perlukan waktu relatif lama sedangkan pengolahan makanan tidak sehat menggunakan waktu relatif cepat, bahkan semua orangpun dapat menilai segala hal yang dimulai dengan instan ujung-ujungnya nggak akan mengenakkan.
Sumber : Status Facebook Nikmatul Sugiyarto
Politik 21/03/2023 18:32
Politik 21/03/2023 16:20
Politik 21/03/2023 12:54
Politik 21/03/2023 12:37
Politik 20/03/2023 13:34
Politik 20/03/2023 11:57
Politik 17/03/2023 13:07
Politik 17/03/2023 11:38
Politik 17/03/2023 11:22
Politik 16/03/2023 13:00
Politik 16/03/2023 11:16
Politik 14/03/2023 15:08