Beritacenter.COM - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan relawan Gerakan Nusantara Bersatu, menyampaikan akan memilih capres 2024 berdasarkan kriteria dari postur tubuh atau fisiknya.
Yakni yang memiliki kerutan wajah dan rambut putih adalah pemimpin yang memikirkan rakyat.
Hal tersebut mendapatkan sorotan dari pemilik akun Facebook Pepih Nugraha, dengan menuliskan artikel yang berjudul "Balada Si Rambut Putih"
Oleh: Pepih Nugraha
Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, budayawan Betawi Ridwan Saidi, penyanyi Iwan Fals, mantan menteri Hatta Rajasa, bahkan Presiden RI selama 32 tahun HM Soeharto kalau masih ada, layak “gede rasa” ketika Presiden Joko Widodo memberi “clue” atau semacam sinyal tentang sosok Presiden yang layak dipilih setelah dirinya tidak lagi menjabat.
Pembaca yang sudah sangat cerdas tidak akan kesulitan memilih di antara 6 nama yang disebutkan di atas, “to the point” saja: Ganjar Pranowo!
Ini agar tidak berpanjang-panjang hanya untuk menerka nama yang sudah terang benderang tersebut. Akan tetapi kreativitas penduduk “negeri berflower” ini -demikian kaum netizen menyebutnya- tidak berhenti sampai di sini, bikin geleng-geleng kepala seperti “ga ada matinya” meminjam celoteh anak milenial.
Lihat saja di medsos bertaburan foto montase yang sudah dipermak habis berkat bantuan teknologi digital. Sejumlah nama yang digadang-gadang sebagai capres atau cawapres tak luput dari keisengan (baca kreativitas) netizen antara lain Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Iwan Fals bahkan membuat sendiri meme dirinya yang berambut putih dengan kerut bertabur di keningnya, kemudian ia bagikan di Twitter.
Senyampang itu, muncul pula meme “kontradiktif” yang juga dimaksudkan sebagai satir, yaitu meme yang menampilkan sosok Ganjar Pranowo yang berambut hitam, muda dan dengan wajah tanpa kerutan. Maksud satir di sini, ucapan Jokowi itu bukan untuk Ganjar.
Meme yang beredar di medsos mengenai kedua sosok ini -Anies dan AHY- demikian apik dan menerbitkan decak kagum, betapa kerennya foto hasil montase itu, sekaligus menunjukkan bahwa seni itu sesungguhnya lepas dari dunia politik itu sendiri. Seni itu bebas, sementara politik itu terbelenggu, apa kata ketua umum partai saja, bukan?
Tetapi bukan soal seni yang dibicarakan di sini, melainkan sinyal yang kerap disampaikan Jokowi di mana jabatan Presiden RI masih melekat pada dirinya, mengenai sosok-sosok yang dianggapnya pantas menggantikan dirinya. Tentu menurut versi Jokowi sendiri, bukan versi rakyat sebagai penentu nanti.
Belum lagi bibir Jokowi kering tatkala berseru di depan publik saat HUT Perindo dengan mengatakan “setelah ini giliran Pak Prabowo”. Apa kira-kira perasaan Prabowo Subianto sendiri tatkala mendengar sinyal terbaru “rambut putih” Jokowi, seharusnya wartawan mengejarnya untuk meminta tanggapannya.
Apakah kemudian Prabowo harus segera mengecat rambut hitam kelamnya menjadi seputih kapas lalu memermak wajahnya agar lebih banyak kerutan? Kalau hanya sekadar usaha artificial begini pastilah Prabowo bisa, tidak mungkin kalah sama Ratna Sarumpaet yang lebih berani memermak wajahnya sendiri, bukan?
Tulisan ini lebih menyoroti secara sederhana betapa apa yang diucapkan Jokowi, khususnya tentang pencapresan akan berpengaruh terhadap elektabilitas seseorang yang kira-kira dimaksudkan dalam sinyal yang tak terkatakan itu. Sebutlah kalau sosok yang dimaksud itu Ganjar Pranowo, maka dialah yang diuntungkan!
Jika kurang yakin atas argumen ini, coba simak hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan selama periode 24 September hingga 7 Oktober 2022 lalu, sesiapa saja capres yang didukung oleh Jokowi bakal memberi pengaruh bagi pemilih 15,1 persen. Ini karena masih banyaknya pendukung Jokowi sampai saat ini, sehingga angka sebesar itu boleh jadi sebagian besar disumbangkan oleh “Jokowers” itu.
Inilah yang disebut “dampak elektoral” Presiden yang masih punya pengaruh kuat, yang rupanya sudah menjadi “king maker” dalam makna sejatinya. Siapapun sosok yang didukungnya, sudah pasti berpengaruh terhadap elektabilitas orang itu. Pendek kata, kalau yang dimaksudkan “orang itu” adalah Ganjar Pranowo, maka dialah yang diuntungkan!
Sebagai “king maker”, Jokowi di depan ribuan relawan di Stadion Gelora Bung Karno hari Sabtu 26 November 2022 mengatakan, sosok yang memikirkan rakyat itu di antaranya kelihatan dari penampilannya, salah satunya berambut putih. Jokowi sekaligus mengingatkan relawan agar berhati-hati memilih pemimpin (Presiden RI) pada Pilpres 2024 mendatang.
“Dari penampilan kelihatan, banyak kerutan karena mikirin rakyat, ada yang rambutnya putih semua, ada itu. Kalau wajah cling dan tak ada kerutan di wajah hati-hati. Lihat rambutnya, kalau putih semua, ini mikirin rakyat,” kata Jokowi.
Benar bahwa Jokowi bukanlah ketua umum partai berpengaruh, bahkan oleh partai pendukungnya sendiri ia dikerdilkan sebagai “petugas partai”, tetapi yang harus diingat bahwa dia pemimpin bangsa Indonesia selama sewindu terakhir ini.
Jadi ketika di Rakernas Projo di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu 21 Mei 2022 Jokowi menyatakan “jangan terburu-buru (memilih capres) meski orangnya ada di sini,” sinyal itu lagi-lagi diberikan pada Ganjar yang hadir di acara itu. Mohon tidak iri nama ini disebut berkali-kali.
Tentu kita menjadi “bertakon-takon”, relasi macam apa gerangan antara Jokowi selaku “petugas partai” dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menjadi “queen maker” sesungguhnya dalam menentukan capres yang dikehendakinya? Bukankah tanpa “restu ibunda” keinginan dan harapan Jokowi hanya hampa belaka, hanya akan dianggap angin lalu semata?
Anda tentu lebih cermat manakala Megawati dengan PDIP-nya tidak terlalu bereaksi keras atas segala ucapan Jokowi berbau sinyal dukungan terhadap seseorang di saat media massa dan pola pikir pembaca terjebak bahwa Puan Maharani adalah bakal capres satu-satunya yang akan dimajukan, sedang Ganjar jauh panggang dari api.
Anda pun “bertakon-takon” lagi, masak iya antara “petugas partai” dengan ketua umum tidak sejalan dalam isu krusial yang bakal menentukan kelangsungan bangsa ini dari sisi pemerintah? Jangan-jangan ini memang skenario besar yang sangat apik, yang dijalankan Megawati sebagai “queen maker” yang sulit dicari bandingannya sampai saat ini.
Orang selama ini “menghujat” Puan Maharani sebagai “tak tahu diri” karena berambisi jadi Presiden di saat elektabilitasnya yang tak kunjung merayap naik, sehingga apapun yang dilakukan Puan adalah salah dan “lucu” di mata pembencinya.
Tetapi, mungkin pada saatnya nanti orang akan berbalik menaruh hormat dan mengagumi Puan dengan “kelegawaan” hatinya saat menyilakan “Si Rambut Putih” maju sebagai capres mewakili partainya.
Mungkin.
(Sumber: Facebook Pepih Nugraha)
Politik 23/09/2023 16:18
Politik 22/09/2023 20:20
Politik 22/09/2023 19:16
Politik 22/09/2023 17:10
Politik 22/09/2023 16:08
Politik 22/09/2023 10:39
Politik 22/09/2023 10:00
Politik 21/09/2023 22:45
Politik 21/09/2023 22:35
Politik 21/09/2023 21:12
Politik 21/09/2023 19:52