Menerima kritikan itu tidak mudah. Sebab pada dasarnya kita memiliki ego yang sukar diperam. Terlebih bagi seorang pejabat; pongah, gengsi, dan merasa diri paling benar adalah warisan primitif yang masih terpelihara sampai sekarang.
Bagi mereka kritik itu bagaikan dua mata pisau, bukan punya sisi negatif dan positif, tapi sama-sama menyakitkan sekaligus menyebalkan.
Jika kebijakan yang diambilnya sudah jelas keliru atau gagal, mereka akan berkelit muter-muter menyenandungkan apologi. Apalagi jika yang dilakukan sudah benar, mereka bakal semakin marah saat menanggapi kritik, “Rakyat itu kan tidak tahu apa-apa, wajar mereka ngomong begitu.”
Maka itu saya kaget ketika melihat sikap Ganjar yang memilih menarik kembali bantuan renovasi rumah untuk kader PDIP. Pada tahap ini, saya semakin yakin, bahwa Ganjar memang berbeda. Ia sosok pemimpin yang mau mendengar kritikan. Bahkan tunduk pada rakyatnya.
Bayangkan, sudah ada 1,14 juta rumah milik warga Jateng yang sudah direnovasi dari gerakan zakat ASN yang diinisiasi Ganjar ini. Lalu, menjelang HUT PDIP, sebagai gubernur yang juga kader PDIP, Ganjar ingin membantu sesama kader yang kehidupannya masih kesulitan. Tapi kebaikan itu malah menuai hujatan.
Itu sangat memukul. Terlebih jika kita menengok kondisi kader yang dibantu itu jelas-jelas miskin, sangat jauh dari ukuran hidup sederhana. Lantai rumahnya masih tanah, ukurannya cuma 3×4, belum lagi musim hujan begini pasti bocor tak bisa terhindarkan.
Namun Ganjar tetap mendengar suara orang-orang yang tidak setuju mereka dibantu dengan Baznas. Ia pun akhirnya menarik kembali bantuan tersebut dan memberikannya kepada warga yang lain.
Tidak mudah memiliki sikap seperti Ganjar. Sangat sulit ditiru. Ia mampu melepas gengsi dan ego. Hanya orang berjiwa besar yang mampu melakukannya. Kalau saya jadi Ganjar, pasti saya sudah mengabaikan karena yang saya lakukan tidak menyalahi aturan.
Apalagi di tahun politik seperti sekarang, yang mencerca itu paling-paling rival politiknya. Yang memang sengaja mencari-cari kesalahan buat menjatuhkan kredibilitasnya.
Ketentuan penerima bantuan baznas adalah warga miskin, korban bencana alam maupun bencana sosial. Tidak peduli partai politiknya, tidak urusan sukunya apa, bahkan tidak peduli mereka berbeda agama sekalipun. Sebab kemanusiaan dan rasa solidaritas adalah untuk mempersatukan, bukan justru mencerai beraikan.
Bahkan Ketua Baznas Jateng Daroji juga sudah menanggapi. Menurutnya banyak orang miskin di Indonesia terafiliasi dengan partai tertentu, tak terkecuali PDIP.
“Jadi diberikan Baznas itu orang miskin. Tak ditanya kamu partainya apa? Enggak. Yang ditanya itu miskin atau tidak. Bantuan rumah itu karena dia miskin tak bisa perbaiki rumah,” katanya di media.
Tapi rupanya Ganjar tidak butuh pembelaan. Ia menerima kritikan itu dengan lapang. Ganjar memang bukan pejabat yang alergi terhadap kritik, bahkan ia selalu menganggapnya sebagai vitamin, yang menguatkan langkah-langkah pengabdiannya.
Saya tidak tahu terbuat dari apakah hati seorang Ganjar Pranowo, kenapa bisa sesabar ini. Sebagai pendukung, saya hanya bisa berharap, teruslah selapang ini, Pak. Sebab kita butuh pemimpin yang mau mendengar suara rakyatnya.
Sumber : Sumber : Status Facebook Sobar Harahap
Opini 20/03/2023 22:55
Opini 20/03/2023 20:40
Opini 18/03/2023 15:47
Opini 17/03/2023 11:13
Opini 16/03/2023 15:50
Opini 15/03/2023 16:50
Opini 14/03/2023 12:48
Opini 10/03/2023 12:40
Opini 09/03/2023 11:23
Opini 08/03/2023 13:30
Opini 07/03/2023 08:30
Opini 03/03/2023 01:00
Opini 27/02/2023 21:24
Opini 25/02/2023 12:23
Opini 23/02/2023 23:58
Opini 22/02/2023 22:00
Opini 22/02/2023 18:25
Opini 20/02/2023 21:02
Opini 20/02/2023 16:02
Opini 18/02/2023 13:30
Opini 16/02/2023 09:55
Opini 14/02/2023 16:16