Tiba-tiba ramai orang berteriak bahwa pak Jokowi telah melakukan hal yang salah karena menerbitkan Perpu cipta kerja terkait UU Ciptaker yang telah dibatalkan terbatas oleh MK.
Tak kurang seorang mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana, Kurniasih anggota DPR RI dari PKS, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat, Presiden Partai Buruh Said Iqbal hingga Bivitri berteriak protes.
Pak Jokowi menerbitkan Perpu itu dianggap inkonstitusional karena tak memenuhi unsur kemendesakan.
Benarkah?
Secara umum hal ihwal kegentingan yang memaksa tidak selalu harus disamakan dengan adanya keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil, militer, atau keadaan perang.
Itu bukan kata saya, undang undang bicara hal tersebut.
"Berarti subyektif pikiran presiden dong?"
Ya, benar, tapi itu hanya pada awalnya saja. Apa yang awalnya adalah subyektif dari seorang presiden, kelak ketika Perpu itu kemudian disetujui oleh DPR, kita sudah bicara tentang obyektifitas. Di sana ada kebenaran kolektif.
"Trus apa kegentingan memaksa itu?"
Dunia yang secara bersama sedang menuju titik resesi. Pandemi dan berlanjut dengan perang Ukraina menjadi penyebab semua itu mungkin terjadi.
"Loh bukankah presiden sendiri yang selalu pamer bahwa Indonesia dalam keadaan baik - baik saja dan jauh dari resesi?"
Bila ukurannya adalah pertumbuhan ekonomi negara kita yang bisa dibilang sebagai salah satu yang tertinggi di dunia, itu masuk akal. Itu tolok ukur sederhana untuk bicara posisi.
Namun ketika berbicara dampak yang akan terjadi pada hampir seluruh negara di dunia di mana bahkan banyak negara maju juga akan turut runtuh, kenapa kita bersiap diri menghadapi resiko terburuk justru dipermasalahkan?
Sekali lagi, itu memang subyektif milik Presiden. Itu guna seorang pemimpin tertinggi ada dan maka harus dapat menerjemahkan sebuah keadaan yang tak boleh diterjemahkan oleh sembarang orang.
Itu diatur oleh undang undang. Bukan suka - suka seorang presiden. Itu diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang”.
Denny Indrayana, AHY, Bvitri dan orang - orang yang protes itu tak punya privilege seperti pak Jokowi yang adalah seorang dengan jabatan Presiden. Presiden Joko Widodo dibekali dengan undang undang.
"Apakah rakyat boleh menolak Perpu itu?"
Secara materi, Perpu adalah juga undang-undang. Bajunya saja yang terlihat berupa Peraturan Pemerintah tetapi isinya adalah tetap undang undang. Undang undang dalam arti materiel.
Sama dengan undang undang, PERPU sebagai undang-undang dalam arti materiel itu pun dapat diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah Konstitusi.
Bagi masyarakat yang tidak setuju, konstitusi memberi jalan. Siapa pun diberi hak untuk melakukan uji materi atau meng MK kan Perpu tersebut.
.
.
RAHAYU
.
Karto Bugel
Opini 20/03/2023 22:55
Opini 20/03/2023 20:40
Opini 18/03/2023 15:47
Opini 17/03/2023 11:13
Opini 16/03/2023 15:50
Opini 15/03/2023 16:50
Opini 14/03/2023 12:48
Opini 10/03/2023 12:40
Opini 09/03/2023 11:23
Opini 08/03/2023 13:30
Opini 07/03/2023 08:30
Opini 03/03/2023 01:00
Opini 27/02/2023 21:24
Opini 25/02/2023 12:23
Opini 23/02/2023 23:58
Opini 22/02/2023 22:00
Opini 22/02/2023 18:25
Opini 20/02/2023 21:02
Opini 20/02/2023 16:02
Opini 18/02/2023 13:30
Opini 16/02/2023 09:55
Opini 14/02/2023 16:16