Opini

Mogok Bayar Pajak

Indah Pratiwi - 09/03/2023 11:23
Oleh: Iyyas Subiakto

Kasus anak muda yg selalu sok jago dan Hedon Dandy dan Agnes yg menganiaya David memicu beragam tanggapan. Keguyuban warga Banser luar biasa dan patut di “tiru”.


Reaksi masyarakat atas kementerian keuangan cq dirjen pajak begitu murkanya. Kalau dibilang wajar dan muak bisa iya, tapi reaksi berlebihan juga iya.


Kasus Sambo sebenarnya lebih luar biasa efeknya. Selain pembunuhan, ada narkoba, judi, dan lainnya. Bayangkan effek narkoba yg bisa mengamputasi generasi, juga menyedot putaran uang tanpa pajak karena judi di haramkan, sementara kesehariannya makan uang haram.

Ini contoh rezeki haramnya : Dagang sapi saja diisi air perut sapinya, dagang ayam dipompa diisi air agar berat. Belum lagi perbuatan jahat lainnya dalam hub masyarakat.

Sekarang ada yg buat tagar baikot pajak. Emang serusak apa dirjen pajak yg mengelola dana 1.700 triliun itu dibanding akhlak 276 juta manusia yg sebagian besar juga tidak taat pajak. Gegara kelakuan beberapa gelintir manusia sampah kita mau ikut jadi sampah.

Apa akibatnya kalau rakyat gak bayar pajak, putaran dan tata kelola negara stug. Pelayanan publik stug, gaji pegawai negeri stug, guru stug, dst. Berpikir reaktif selain tidak ada kedewasaan juga jadi kelihatan jauh dari pantas.


Pagi ini ada head line di japos dirjen pajak sowan ke PBNU, apa karena semalam ada selintas statement penggede NU yg menghimbau warga NU gak bayar pajak kalau pajak di selewengkan.

Seberapa besar batasan itu, apa karena satu dua atau 1.000 petugas pajak nakal terus kita gak bayar pajak. Emosi boleh, tapi kalau nggembosi itu jahat.

Kenapa PBNU gak datangi DPR yg tidak mau menyetujui hukuman mati koruptor, tidak meloloskan UU pemiskinan koruptor. Itu kan jelas di depan mata sebagai sumber malapetaka yg merusak Indonesia, dan mereka yg jumlahnya 575 orang itu duduk dalam satu ruang. Tak perlu dicari lagi siapa otak perusak Indonesia. Apa karena disana juga banyak anggota NU. Dan anggota PKB. ini nanya ya jgn ngamuk.

Pajak, dipalak, apa nggak lebih parah jaman Soeharto, jaman SBY. Sri Mulyani adalah Menkeu yg hengkang jaman SBY karena tidak mau didikte, dia kembali mengabdi jaman Jokowi dgn meninggalkan gaji di IMF 825 juta per bulan, pulang hanya menerima gaji dan tunjangan yg tak lebih dari 100 juta. Terus gegara ada anak buahnya yg nakal, kemenkue mau di bakar dgn ngompori warga Nahdiyin gak bayar pajak. Ini apa bedanya kita dgn pengemplang pajak.


Beda pengemplang pajak dan yg tidak bayar pajak itu hanya pada cara ngambilnya saja. Pengemplang mengambil uang pajak yg sudah terkumpul, pelaku tidak bayar pajak mengambil hak negara dgn cara tidak membayarnya. Diajaran Islam ada bayar zakat, ini kan sama dgn zakat ke negara. Gimana sih mikirnya.

Kita keluar dari urusan Dendy, Agnes, David, sekarang ini masuk tahun politik, jadi kadang kita rancu manuver publik pigur antara hati dan aksi yg bermuatan kepentingan. Karena semua bisa jadi tunggangan.

Dulu jaman Soeharto mingkem, jaman SBY ngadem. Giliran Jokowi yg kerja sepenuh hati diusili. Mbah Mbah..

# ayo bayar pajak, kalau tidak anda juga pemalak. Haram hukumnya ya.

(Sumber: Facebook Iyyas Subiakto)

TAG TERKAIT :
Pajak Bayar Pajak

Berita Lainnya