Opini

PDIP Belum Umumkan Capresnya, Sunardian Wirodono : PDIP Bertahanlah Hingga Akhir

Indah Pratiwi - 14/03/2023 16:50

Saya sih ngarep, Ibu Megawati Soekarnoputri terus bertahan. Mengulur waktu. Aja kesusu, seperti pesan Jokowi pada para ketum partai. Jangan tergesa mengumumkan siapa capres-cawapresnya.


Arepan ini disampaikan, karena rasanya Jokowi baru berpesan di depan ketum Golkar, PPP, PSI, PAN. Pada ketum PDIP kayaknya belum. Tentu saja. Mana berani ngelunjak sebagai petugas partai?


Jika perlu, ulur waktu sampai menit-menit terakhir. Menjelang deadline pendaftaran capres-cawapres untuk Pilpres 2024. Toh dulu waktu Jokowi ngajakin Mahfud MD sebagai cawapres, di tikungan terakhir makbedundug menjedhullah Ma’ruf Amin ‘kan? Kan!

Ini waktunya Cak Imin merasakan hari pembalasan! Dari pokoknya capres, turun menjadi pokoknya cawapres, dan akhirnya pokoknya bukan Cak Imin.

Lagian, nggak seru jika pagi-pagi buta, PDIP sebagai partai pemenang Pemilu, mengumumkan siapa capres dan cawapresnya. Kasihan anak-anak NTT yang juga mesti sekolah pagi-pagi buta, dan tak ada komentar Mas Menteri Dikbudnasristek kita.

Apalagi, sebagai dua kali pemenang Pemilu, PDIP bertekad mencapai hattrick. Tak peduli timnas U-20 tumbang di Piala Dunia U-20. Yang penting Erick Thohir sukses menyelenggarakan Piala Dunia U-20 di Indonesia.


Sebagai bangsa dengan kreativitas tinggi, menjadi EO sukses lebih menjanjikan daripada menjadi artist yang sukses. Nyatanya, hanya Indonesia yang berhasil mempertemukan kembali Deep Purple dengan God Bless, dalam jarak waktu 48 tahun. Negara sehebat AS atau China, tak bisa melakukan hal itu. Itu mana? Mempertemukan Deep Puprle dengan God Bless itu lho, tambah bonus Bang Haji Rhoma Irama pulak!

Jika PDIP terus mengulur waktu, sampai batas akhir, maka rakyat jelantah sepanjang masa itu, akan mendapat hiburan politik gratis. Jokowi punya ruang bermain lebih, untuk membuat para antitesisnya kelojotan. SBY saja, yang selalu menekankan Negara jangan terlalu masuk dalam soal copras-capres, akhirnya sembari nonton club voli binaan anaknya, menolak komentar dan lebih suka mengaku sebagai pelukis saja.

Nggak pencipta lagu lagi, Bang? Hus, mongsok manggil SBY Bang? Lhah, kan namanya Susilo Bambang Yudhoyono? Kalau dipanggil Bung kan Bambang, bukan Bambung?


Apalagi deretan Amien Rais, Rocky Gerung, Rizal Ramli, dan cum-suisnya. Makin lama geregetannya akan makin lucu komentar-komentar mereka. Dari situ psikolog mungkin akan lebih bisa memastikan, ntu orang-orang sebenarnya golongan sado atau masokis? Atau gabungan sadomasokis?

Dengan penguluran waktu, para analis politik, media online, akan punya panggung untuk menjadi supporting artist dalam teater politik kita itu. Sebagaimana ujar Mbah Pram dalam Rumah Kaca; Betapa sederhana hidup ini, sesungguhnya yang pelik Cuma liku dan tafsirannya.

Dan itu pembelajaran politik yang bagus. Setidaknya rakyat jelantah akan makin tahu. Bahwa politik itu sebenarnya sederhana saja. Bahwa ia tampak sastrawi, penuh suspens, multi-tafsir, karena para analis politik juga butuh panggung, media juga butuh diperhatikan.

Padal, dalam pada itu, kurang-lebih 190-an juta pemegang kartu suara, hanya akan mengeksekusi siapa presiden dalam bilangan detik, atau tak lebih dari 2 menit. Makin cepet Pilpres makin baik, karena makin dirasa nyebelin.

Kalau soal Pemilu ditunda? Pasti itu maunya politikus yang tak punya duit untuk kampanye lagi, bertarung lagi. Kalau Pemilu ditunda kan mereka tetap dalam posisinya, tidak keluar duit, gajian bisa diperpanjang pula.

Dalam 10 tahun terakhir ini, setelah digojlog 32 tahun oleh Soeharto dan kemudian ditambah 16 tahun yang disebut Reformasi 98, bangsa dan negara Indonesia ini baru pada 2014 mengalami transformasi pada era Jokowi. Perubahan Indonesia, adalah bagian dari perubahan global. Bersamaan dengan terjadinya perubahan konstelasi politik dunia, tata-ekonomi dan geo-politik internasional.

Hadirnya revolusi teknologi dalam komunikasi dan informasi, membuat semuanya berubah. Belum pula secara mengagetkan virus Corona mengobrak-abrik semua. Membuat negara-negara yang semula superpower menjadi superloyo.


Tidak perlu juru ramal atau anak indigo untuk melihat apa yang akan terjadi dalam Pilpres 2024. Ini era Jokowi, Bung. Nggak bagus menolak kenyataan politik kita hari ini.

Jokowi adalah perubahan, dari pola pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Kalau kita sedang on progress atau in progress, kemudian muncul koalisi perubahan sebagai antitesis perubahan, maka perubahan apalagi? Perubahan dan perbaikan seperti semboyan AHY? Ini partai politik atau bengkel costume motor?

Jika Nasdem dan Anies berani frontal berhadapan secara diametral dengan Jokowi, ditambah ambisi AHY, mungkin pertarungan agak seru juga. Apalagi Nasdem berani keluar dari koalisi dengan Pemerintah. Berani? Pernyataan Nasdem dan Anies soal “akan melanjutkan” pembangunan, menunjukkan oportunistiknya kepolitikan mereka.

Jokowi, suka tidak suka (yang tidak suka lebih sedikit sih) adalah tesis kita hari ini. Pengaruh dia sangat sentral. Bukan karena ia presiden, tetapi ia adalah perubahan itu. Magnetnya luar biasa. Bukan kelas lokal atau nasional. Di forum internasional dia adalah prototype perubahan itu.

Buktinya? Jokowi menyusuri pematang sawah bertiga, bersama Ganjar Pranowo dan Prabowo saja, sudah bisa bikin kelojotan orang. Tafsirnya ke mana-mana. Jadi, bertahanlah PDIP untuk entah mau deklarasikan Ganjar atau Puan. Kalau PDIP deklarasikan Puan, Ganjar tetap akan bisa melaju bersama Jokowi factor di menit-menit akhir sekalipun. Kita lihat saja nanti.

Ini soal permainan tidak imbang, meski kita tahu Hillary Clinton yang top of mind bisa digusur oleh Donald Trump. Dan Eep Saefullah Fatah menirukannya untuk Anies di Pilgub DKI Jakarta 2017.

Tinggal kita lihat, moment-nya pas atau tidak. Jokowi memang tidak maju dalam pilpres tahun depan, tetapi jokowi effect atau jokowi factor tak bisa dinafikan. Apakah Anies dan apalagi AHY sampai di kelas itu?


Bagaimana pula setelah Jokowi nonton Deep Purple? Para analis politik yang bukan penggemar grup gaek Inggris itu, bisa jadi makin melongo. Demikian pula para oposan. Apalagi ketika menghadapi perfect strangers, para oposan malah smoke on the water. Sungguh lazy. Sama saja dengan into the fire yang mengakibatkan malam makin black night. Padal ini jaman highway star bung, bersama para soldier of fortune. Burn, dan speed king! Gaspoll!

Kalau women in Tokyo gimana? Itu mah, Deep Purple nyindir Bung Karno! |

Sumber : Status Facebook Sunardian Wirodono III

TAG TERKAIT :
PDIP Capres PDIP Capres Dari PDIP

Berita Lainnya