Pernyataan menarik disampaikan Ketua Dewan Pembina Gerindra Hasjim Djojohadikusumo, bahwa Gerindra berpeluang mendukung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagi cawapres untuk dipasangkan dengan capres Prabowo Subianto.
Tentu peluang akan terwujud dengan syarat politik tertentu, yaitu yang menjadi capres adalah Prabowo, sedangkan Ganjar dipinang sebagai cawapres. Alasan Hasjim, dari sisi senioritas Prabowo 15 tahun lebih tua dibanding Ganjar, keduanya juga punya pengalaman berbeda tetapi bisa saling mengisi.
Berhubung Gerindra sudah berkoalisi dengan PKB, jika “perjodohan” Prabowo-Pranowo terwujud, harus atas restu Muhaimin Iskandar selaku ketua umum PKB. Sampai tulisan ini diturunkan, Cak Imin -panggilan Muhaimin- belum menurunkan “hasrat politiknya” sebagai capres yang diamanatkan partainya, juga pesan ulama, katanya.
Alhasil, komposisi ini tetap menarik dan unik di mana dalam satu koalisi terdapat dua capres sekaligus, yaitu Prabowo dan Muhaimin. Secara “matematika politik”, Cak Imin dengan serta bisa menurunkan tensi politiknya dengan cukup bersedia sebagai cawapres bagi Prabowo saja dan itu pasti dia mau.
Persoalannya, untuk mendeklarasikan bahwa Cak Imin adalah Cawapres bagi Prabowo, demikian sulitnya, padahal mungkin saja Cak Imin sudah tak sabar menunggu “moment of truth” tersebut. Bagi wakil ketua DPR ini, “cawapres” adalah pencapaian prestasi tertinggi selama berkarier di kancah politik. Akan tetapi, pencapaian ini masih lama terwujud.
Alasannya, Prabowo masih terus menjajagi siapa yang lebih “safe” menjadi cawapresnya, yang menjamin bisa mendulang suara baginya, mengingat sudah empat kali Prabowo mengadu nasib sebagai capres maupun cawapres. Kali ini Prabowo tidak ingin tersandung lagi, dikalahkan lawannya dalam Pilpres.
Itu sebabnya beberapa nama sempat muncul sebagai bakal cawapres Prabowo, antara lain Puan Maharani, Khofifah Indar Parawansa dan terakhir Ganjar Pranowo.
Dengan Puan, tentu saja karena putri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ini memiliki basis masa PDIP yang militan selain partai “wong cilik” ini sebagai “the rulling party”. Tetapi posisi sebagai partai penguasa ini justru mewajibkan Puan-lah yang harus menjadi capresnya. PDIP tinggal berhitung saja apakah Puan kelak dapat menarik massa pemilih yang memungkinkan PDIP memperpanjang kekuasaannya. Bagi Megawati, posisi Puan adalah “now or never”.
Prabowo juga mencoba meminang gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. “Putri Nahdlatul Ulama” ini diperkirakan memiliki basis masa yang kuat di ujung timur Jawa yang memang dikenal sebagai lumbung suara selain Jawa Barat dan Jawa Tengah. Adapun Ganjar diperkirakan juga memiliki basis massa yang kuat baik di Jawa Timur maupun Jawa Tengah, selaku kader PDIP maupun posisinya sekarang selaku gubernur Jawa Tengah.
Agak ironis memang, Muhaimin Iskandar yang sudah di depan mata dan telah “sekandang” di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya, justru tidak dianggap sebagai pendulang suara (vote getter) di Jawa Timur sebagai basis NU. Ke-NU-an Cak Imin kalah mengkilap dibanding Khofifah bahkan Yenny Wahid. Itu sebabnya Prabowo masih menggantung hasrat Cak Imin sebagai cawapres.
Belum diumumkannya siapa yang bakal menjadi capres PDIP oleh Megawati menjadikan bola politik semakin liar bergulir. Semua kandidat atau mereka yang disebut “kingmaker” bisa bebas bermanuver.
Pekan lalu saat panen raya di Jawa Tengah, ada sinyal politik yang ditafsirkan bakal berjodohnya Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto sebagai capres-cawapres atas “restu”Joko Widodo. Ganjaris sigap membuat komposisi, yaitu Ganjar sebagai capres dan Prabowo sebagai cawapres. Agak lucu, mengingat Ganjar dalam konteks Pilpres sangat bergantung pada PDIP, sementara Gerindra jelas-jelas penentu.
Menjadi semakin liar tetapi jauh lebih menarik jika PDIP benar-benar “melepeh” Ganjar selaku jawara elektabilitas berbagai lembaga survei dan lebih memajukan Puan Maharani dengan jargon “now or never” itu tadi.
Maka terbuka dua pilihan bagi Ganjar; tetap menjadi loyalis PDIP dengan iming-iming jabatan menteri jika PDIP berkuasa lagi, misalnya, atau “mbalelo” dari PDIP dengan bersedia dipinang oleh Prabowo (atau oleh siapapun) sebagai cawapres, bahkan menjadi capres dengan dukungan koalisi partai tertentu yang sudah memenuhi ketentuan presidential threshold. Bagi Ganjar, kesempatan ini juga “now or never”.
Tetapi jika PDIP memajukan Ganjar sebagai capres, maka terpaksalah Prabowo harus rela menjadi cawapresnya jika PDIP menjalin koalisi dengan Gerindra mengingat PDIP lebih besar dan lebih berkuasa dibanding Gerindra.
Sesungguhnya rangkaian peristiwa politik yang melibatkan nama Ganjar Pranowo adalah sinyal kuat bagi PDIP, bahwa salah satu kadernya ini memang benar-benar “seksi” dan “natural” di mata capres lain, koalisi partai tertentu dan bahkan di mata “kingmaker”, baik sebagai capres maupun sebagai cawapres.
Pengumuman PDIP yang biasanya disampaikan Megawati memang aka semakin ditunggu-tunggu. Selagi masih bungkam seribu bahasa, maka jangan salahkan jika bola liar politik semakin menggelinding kemana-mana. Termasuk saat Ganjar digadang-gadang pihak lain, baik sebagai capres maupun cawapres.
(Sumber: Facebook Pepih Nugraha)