Politik

Putusan MK Atas Perkara No. 90/PUU-XXI/2023 Tidak Sah, Harus Disidang Kembali

Indah Pratiwi - 05/11/2023 12:04

Beritacenter.COM - Banyak sekali dugaan yang bernada negatif dialamatkan kepada hakim konstitusi sampai harus dibentuk Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

Mantan Ketua MK ini menyatakan putusan MK soal batas usia capres-cawapres bisa dibatalkan. Saat ini, MKMK sedang menyelidiki dugaan pelanggaran etik terhadap hakim konstitusi yang membuat amar putusan yang kontroversial itu.

Apalagi diperparah Ketua Majelisnya adalah Anwar Usman yang adalah ipar kandung Joko Widodo. MK memutuskan bahwa kepala daerah di bawah usia 40 tahun dapat mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden, asalkan mereka pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.

Padahal Pasal 169 huruf q UU Pemilu dijelaskan usia minimal capres cawapres 40 tahun. Disini letak kontroversialnya, MK dimasukan norma baru bahwa usia minimal capres dan cawapres 40 tahun atau asalkan pernah menjabat atau sedang menjabat kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.

Sejatinya MK tidak diperbolehkan memasukkan norma baru karena kewenangan tersebut hanya ada pada pembuat undang-undang yakni DPR bersama Pemerintah.

Pertanyaan, mengapa hakim konstitusi hilang "nalar sehat" dengan membabi buta memasukkan norma baru ke dalam putusan? Disinilah asal muasal kekesalan kecurigaan sehingga sangatlah wajar publik mencurigai putusan MK yang kontroversial ini demi kepentingan Gibran maju sebagai Cawapres.

Banyak pihak mengatakan suka tidak suka putusan MK ini sudah final and binding tidak ada lagi upaya banding kasasi bahkan PK ke Mahkamah Agung. Artinya putusan berlaku dan mengikat umum pihak (erga Omnes).

Putusan MK dikatakan erga omnes jika lahir dari proses hukum yang benar. Tetapi ketika putusan ini sarat dengan dugaan adanya nepotisme, maka putusan tersebut tidak sah.

Putusan MK dugaan kuat sarat nepotisme karena Ketua Majelis perkara No. 90 ini Anwar Usman adalah Ipar Joko Widodo maka otomatis adalah omnya Gibran yang sekarang cawapresnya Prabowo Subianto. Ini bentuk rekayasa murahan dan memalukan di negara hukum.

Oleh karena itu, putusan MK tersebut harus dinyatakan tidak sah. Itu artinya membawa konsekuensi hukum pendaftaran pasangan Prabowo dan Gibran di KPU juga tidak sah.

Dalam Undang Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jelas mengatur beberapa hal yang harus dipenuhi agar putusan hakim konstitusi dinyatakan sah dan mengikat semua (erga omnes).

Ketua MKMK harus berani untuk mengembalikan marwah MK sebagai lembaga negara dengan kewenangan mengkawal konstitusi untuk kembali bersidang atas perkara No. 90/PUU-XXI/ 2023 dengan susunan majelis hakim konstitusi tanpa Anwar Usman agar memberikan putusan yang seadil- adilnya bagi semua pihak (erga omnes).

Jika ketua MKMK tetap kekeh dan diam terhadap ketidakpuasan warga masyarakat atas putusan MK yang diduga sarat nepotisme tersebut maka "pengadilan rakyat" sangat mungkin akan meledak disebabkan kekecewaan terhadap putusan MK yang diduga kuat demi kepentingan Gibran Rakabuming Raka.

TAG TERKAIT :
Jokowi Joko Widodo Gibran Gibran Haus Kekuasaan Keluarga Jokowi Haus Kekuasaan Gibran Kebelet Jadi Cawapres Jokowi Melukai Hati Rakyat Politik Dinasti Jokowi

Berita Lainnya